Mangnificient Sunrise in Bromo
Tanpa terasa tahun 2019 sudah mendekati penghujung tahun. Pasti sudah banyak dari kita yang mulai menyusun rencana liburan akhir tahun. Salah satu destinasi wisata yang patut dicoba adalah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). TNBTS ini juga merupakan wishlist destinasi wisata saya sejak lama dan baru tercapai di penghujung akhir tahun 2018 kemarin bersama keluarga.
Awal cerita perjalanan kami ke Bromo diawalai dengan keinginan saya yang memang sudah lama ingin ke Bromo. Alasannya karena kami tinggal di Jawa Timur, tetapi belum pernah ke Bromo. Padahal dari banyak cerita ataupun foto yang berlalu lalang di media yang menampilkan keindahan Bromo. Akhirnya bertepatan saat libur akhir tahun, saya ambil cuti tahunan dan kami sekeluarga memutuskan untuk mengekspolre Bromo. Kami sengaja tidak memesan jasa travel agent untuk perjalanan ini karena memang niat disana adalah ingin eksplore bebas tanpa terbatas dengan waktu.
Awal cerita perjalanan kami ke Bromo diawalai dengan keinginan saya yang memang sudah lama ingin ke Bromo. Alasannya karena kami tinggal di Jawa Timur, tetapi belum pernah ke Bromo. Padahal dari banyak cerita ataupun foto yang berlalu lalang di media yang menampilkan keindahan Bromo. Akhirnya bertepatan saat libur akhir tahun, saya ambil cuti tahunan dan kami sekeluarga memutuskan untuk mengekspolre Bromo. Kami sengaja tidak memesan jasa travel agent untuk perjalanan ini karena memang niat disana adalah ingin eksplore bebas tanpa terbatas dengan waktu.
Dini hari sebelum berangkat saya memesan hotel dari salah satu aplikasi Online Travel Agent (OTA). Berhubung rencana perginya tidak disusun dari jauh-jauh hari dan sudah mendekati akhir tahun, hotel yang tersedia di aplikasi pun sudah terbatas. Panduan saya dalam memilih hotel adalah semakin dekat dengan tempat wisata maka semakin baik. Jadilah saya memilih hotel yang jaraknya kurang lebih hanya sekitar 5km dari lokasi Gunung Bromo. Nama Hotelnya adalah Sion View Bromo yang terletak di Probolinggo.
Pagi harinya tanggal 26 Desember 2018 kami sekeluarga berangkat dari Tulungagung. Lagi-lagi perjalanan ini semuanya hanya mengandalkan aplikasi online. Kami berbekal Google Map dan memilih jalur yang paling singkat jarak tempuhnya. Kami memilih lewat jalur Lawang, Malang - Poncokusumo (daerah yang paling dekat dengan Bromo) dengan jarak tempuh yang ditampilkan oleh Google Map hanya kurang lebih sekitar 4 jam. Awalnya Mama sedikit ragu, namun kami akhirnya sepakat memilih jalur tersebut. Perjalanan menuju Poncokusumo ini tidak mudah, karena kami melewati lereng gunung dengan keadaan jalanan yang licin sehabis diguyur hujan.
Sesuai dengan estimasi waktu tiba yang ditampilkan oleh Google Map, kami tiba di pos pintu masuk. Di pos tersebut kami berhenti dan bertanya ke salah satu petugas bagaimana caranya untuk menuju ke Bromo. Petugas terlebih dulu menanyakan apakah kami sudah memesan hotel. Saya jawab sudah dan terkejutlah bapak penjaga ini karena kami salah mengambil jalur! Hotel Sion ini berada di seberang posisi kami dan untuk menuju kesana tidak bisa menggunakan kendaraan pribadi. Hanya bisa menggunakan mobil Jeep karena harus melewati area padang pasir. Alternatifnya kami bisa parkir mobil di rest area, namun akan over cost karena harus menyewa Jeep untuk mengantar perjalanan dari Poncokusumo - Hotel (PP) dan selama tour disana. Kami akhirnya sepakat untuk putar haluan dan menuju jalur Pasuruan-Probolinggo. Disitu kami menertawakan kekonyolan yang dialami dan firasat Mama di awal yang benar. Memang penting bagi kita untuk tahu terlebih dahulu destinasi tujuan dan medannya seperti apa. Namun, bagi jiwa-jiwa petualang seperti kami, salah jalan dan putar haluan, memakan waktu yang lebih lama memberikan cerita dan pengalaman traveling tersendiri.
Perjalanan menuju Probolinggo melalui jalur pantura Pasuruan cukup lancar. Kami berhenti untuk makan malam sekaligus beristirahat sebentar karena adik dan sepupu yang sedari pagi bergantian menyetir mobil sudah mulai kelelahan. Ketika memasuki perjalanan ke arah Wonokerto, hari sudah mulai malam. Kami tidak memburu waktu untuk cepat tiba di Hotel karena meningat perjalanan yang kami tempuh memang jauh. Kami tetap fokus di perjalanan dan berhati-hati. Hal yang kembali membuat perjalanan ini semakin berkesan adalah lokasi Hotel yang saya pilih paling dekat dengan lokasi wisata Gunung Bromo, ternyata sudah berada di lereng Gunung. Medan yang kami lewati juga semakin sulit karena jalanannya berkelok-kelok dan hari sudah gelap. Mungkin karena faktor fokus yang mulai berkurang dan jalanan yang licin setelah diguyur hujan, adik sepupu yang tengah mengemudikan mobil tertahan saat memindahkan kopling sehingga mobil kami berhenti saat di tikungan tanjakan. Sontak saya langsung keluar mobil dan mencoba mencari pertolongan. Saat itu ada mobil warga yang tengah lewat dan langsung saya hentikan untuk membantu menolong kami. Beruntungnya warga tersebut baik dan mau membantu mengendarai mobil kami untuk dibawa ke Hotel. Saat di perjalanan kami sempat diberi tahu bahwa lokasi Hotel kami ini memang sudah di tempat yang tinggi, sudah sangat dekat ke Gunung Bromo. Untuk mengelilingi Bromo harus menyewa Jeep yang nanti akan sekaligus dipandu di lokasinya. Karena ternyata di Taman Nasional Gunung Bromo ini banyak spot-spot wisata yang bisa dikunjungi selain melihat puncak Gunung Bromo.
Kami meminta bantuan pihak Hotel jika bisa membantu mencarikan persewaan Jeep. Pihak hotel menyanggupi dan kami sudah harus standby untuk dijemput jam 3 pagi. Waktu menunjukkan sudah hampir tengah malam saat kami tiba di Hotel sehingga kami harus bergegas untuk membersihkan diri dan beristirahat. Tepat pukul 3 pagi kami sudah siap untuk mengeksplore Bromo sampai rasa kantuk dan lelah karena baru saja beristirahat sebentar tidak terasa. Selama di Jeep kami dibriefing bahwa kami akan dibawa ke 4 tempat pemberhentian yaitu Seruni Point, Padang Savana, Pasir Berbisik dan terakhir Puncak Bromo.
Sunrise View |
Menuju tempat pemberhentian pertama yaitu Seruni Point, di sisi kiri dan kanan jalan sudah berjejer mobil Jeep dari wisatawan lain yang juga sudah siap untuk menantikan keindahan matahari terbit. Tak lupa kami sudah siaga lengkap dengan berpakaian tebal karena udara sangat dingin. Kami dibawa ke tempat yang lebih tinggi oleh pak supir dan dipilihkan best view untuk melihat sunrise. Sekitar pukul 04.30 perlahan-lahan langit mulai terlihat cahaya, meskipun ada kabut tetapi pergantian menit membuat cahaya matahari semakin menyinari puncak Bromo. Ketika suasana sudah semakin terang, suami saya bergegas untuk mencoba naik ke tempat lebih atas, ternyata pemandangan diatas jauh lebih indah. Dia melanjutkan ke Seruni Point yang belakangan saya tahu tempatnya sangat bagus sekali. Namun karena saya tidak kuat mendaki lebih jauh lagi jadi saya berhenti dan menunggu di tempat pemberhentian sambil mengambil beberapa foto.
Seruni Point |
Asyik berfoto diatas kami pun hampir lupa jika masih banyak spot yang harus dikunjungi. Kami bergegas turun di meeting point awal dan kemudian melanjutkan ke Padang Savana. Disini saya kembali terkagum-kagum karena pemandangannya sungguh luar biasa. Mengingatkan saya pada film Jurassic Park yang saya tonton semasa kecil dulu. Kami tiba di Padang Savana ini benar-benar di waktu yang tepat. Kami disambut pemandangan hijau dengan sinar matahari kuning yang hangat. Selain itu di Padang Savana ini juga ada perbukitan yang dinamai Bukit Teletubbies.
Padang Savana |
Pemberhentian selanjutnya kami dibawa menuju ke Pasir Berbisik yang merupakan hamparan pasir yang sangat luas. Disini kebanyakan para wisatawan berfoto diatas Jeep dengan latar belakang Gunung Batok. Kami tidak berlama-lama disini karena harus melanjutkan perjalanan lagi yaitu menuju puncak Gunung Bromo. Tempat pemberhentian Jeep dengan jalur menanjak cukup jauh dan matahari saat itu sudah mulai terik. Kami menyusuri hamparan pasir untuk menuju ke puncak Bromo. Sebenarnya ada alternatif lain agar tidak capek berjalan dan mendaki yaitu menggunakan kuda. Tepat sebelum menuju jalur pendakian banyak pedagang kaki lima yang menjajakan makanan dan minuman. Kami singgah sebentar untuk mengisi perut sebelum melanjutkan perjalanan.
Pasir Berbisik dengan latar Gunung Batok |
Gunung Bromo merupakan gunung api yang masih aktif dengan ketinggian 2.329 mdpl. Pendakiannya terbagi menjadi dua medan. Medan yang pertama adalah pasir dengan batuan yang terjal. Medan kedua hingga menuju ke puncaknya sudah disediakan tangga dilengkapi dengan pegangan yang terbuat dari besi. Mengingat saat itu adalah puncak liburan akhir tahun, pendakian Bromo sangat ramai oleh wisatawan sampai saat menaiki tangganya kami harus sabar mengantri.
Jalur pendakian puncak |
Taman Nasional Gunung Bromo memang sangat indah dan di setiap spot pemberhentian juga lengkap dengan pemandangan khasnya tersendiri. Meskipun harus menempuh perjalanan yang jauh dan harus mengalami beberapa pengalaman yang tidak mengenakkan, namun semua itu terbayar lunas.
Artikel ini juga tayang di detikTravel (link)
0 comments